Tulisan ini tidak bermaksud latah terhadap RPM Konten Multimedia atau sejenisnya, tidak juga karena benci atau tidak suka Pak Menteri, tetapi lebih kepada refleksi diri bahwa untuk menjadi pejabat publik perlu wawasan yang luas, termasuk intrik-intrik yang terjadi di dalamnya. Justru saya menulis ini karena sayang dengan citra Pak Tifatul yang baik menjadi tercoreng hanya karena kekurang cermatan membaca situasi. Saya percaya sekali bahwa Pak Tifatul orang baik dan cukup pandai, namun belum cukup mengenal kondisi birokrasi terutama di dalam Kementerian yang dipimpinnya. Beliau sendiri juga mungkin belum terlalu memahami seluk beluk dunia teknologi informasi dan komunikasi (TIK), apalagi trik-trik nakal dan culas yang biasa dilakukan dalam dunia birokrasi.
Dunia TIK baru belakangan ini menjadi perhatian pemerintah, sehingga menjadi semacam mainan baru bagi oknum pengusaha TIK untuk memperlebar sayap bisnisnya, mumpung aparatur pemerintah masih belum paham benar sehingga bisa disetir sesuai dengan keinginan oknum pengusaha tersebut. Mereka berlindung dibalik kata ‘hak cipta’ untuk melindungi proyek-proyek jangka panjang di pemerintahan, padahal mereka sudah dibayar dan untuk itu menjadi hak pemerintah untuk memiliki ‘source code‘nya. Aplikasi yang digunakan tidak interoperable dengan aplikasi lain sehingga terjadi pemborosan anggaran hanya untuk mengintegrasikan antar aplikasi. Aparatur pemerintah dibuat ketergantungan update dan pemeliharaan pada vendor tertentu, sehingga terjadi monopoli terselubung yang dibungkus oleh ‘hak cipta’ tadi.
Kembali ke laptop, dimunculkannya kembali beberapa RPM seperti Penyadapan dan Konten Multimedia yang konon telah dipersiapkan sejak tahun 2006, menunjukkan betapa lemahnya beliau membaca situasi dan percaya begitu saja kepada aparatur di bawahnya. Dua menteri sebelumnya mungkin sudah bisa membaca situasi sehingga RPM tersebut diendapkan begitu saja, sementara di kalangan birokrasi di bawah terus bergerilya untuk mengangkat kembali topik tersebut, dan menemukan momen yang tepat saat pergantian menteri. Mumpung masih baru dan belum mengenal situasi, dengan alasan sudah banyak menghabiskan anggaran untuk pembahasan dan perlu sosialisasi serta masukan, maka dikeluarkanlah RPM tersebut, yang hasilnya sudah kita ketahui bersama.
Ada dua kemungkinan mengapa RPM tersebut tetap dipaksakan keluar. Hudznudzhon saya, anggaran pembahasan RPM tersebut sudah keluar, dan tentu harus ada hasilnya kalau tidak ingin diincar oleh KPK. Jadilah apapun yang terjadi, output dikeluarkan, walaupun dengan outcome yang diluar keinginan. Su’udzhon saya, biasanya sih ada free rider yang selalu memanfaatkan momen tertentu untuk mengangkat kembali isu tersebut sekaligus mengambil keuntungan dari kisruh pembahasan RPM tersebut, minimal kalau berhasil dialah yang akan memeroleh manfaat terbesarnya. Saya yakin, niat dari peluncuran RPM itu baik, tapi selama ada free rider yang memanfaatkan RPM tersebut untuk membuat mulitafsirnya itu yang dikhawatirkan oleh kita semua.
Akhir kata, sebaiknya Bapak mengundurkan diri saja daripada kebaikan Bapak selama ini tercoreng hanya karena ketidakcermatan Bapak mengawasi pekerjaan bawahan. Bila masih betah dengan alasan tidak ada undang-undang yang mengatur pengunduran diri, manfaatkan waktu tersisa untuk bekerja keras mengenali bawahan Anda secara cermat. Perhatikan mana bawahan yang ABS, yang idealis, yang diam-diam ingin mengatur Bapak, dan sebagainya. Salah memilih orang kepercayaan, cepat atau lambat dapat menjerumuskan Bapak ke dalam jurang yang paling dalam.
gambar diambil dari: http://www.arrahmah.com/index.php/news/read/4570/pks-tidak-berniat-paksa-orang-pakai-jilbab